Rumah-rumah yang ada di sana bertambah banyak, tidak lagi berjumlah sembilan belas. Nama resminya pun bukan Cap Kauw King, tapi Jalan Wotgandul Timur. Meski begitu, masyarakat terlanjur terbiasa dengan sebutan lamanya, Cap Kauw King.
“Sekarang rumahnya ya sudah lebih dari sembilan belas,” kata Liem Gak Tjay, salah satu tokoh Pecinan Semarang, suatu ketika.
Cap Kauw King salah satu tempat pertama orang-orang Tionghoa membuka pemukiman di Pecinan Semarang. Bentuk bangunan yang tak beraturan, menonjol di sana-sini dan letaknya aneh, menjadi buktinya.
Menurut Liem Thian Joe dalam “Riwayat Semarang”, sejarah Cap Kauw King berawal saat orang-orang Tionghoa yang bermukim di Gedong Batu dipindah oleh VOC ke Semarang. Tujuannya agar di tempat barunya ini aktivitas orang-orang Tionghoa lebih mudah diawasi.
Rumah-rumah di Cap Kauw King dibangun secara tidak beraturan dan letaknya menjadi aneh.
Mereka dibebaskan membangun rumah di tempat-tempat yang disenangi. Dengan syarat, tempat-tempat tersebut masih dalam lingkungan yang sudah ditetapkan. Yaitu; sebelah utara, timur, dan selatan berbatasan dengan kali yang melingkar, dan sebelah barat berbatasan dengan sebuah tegalan (belakangan diberinama Beteng).
Orang-orang itu kemudian mendirikan rumah sekenanya saja, ada yang dari bambu dan sebagian dari papan. Karena tidak diatur, pendiriannya pun jadi kurang beres, sementara letak jalannya tidak bisa lurus.
Seperti jalan di Gang Baru, sebelah selatan sedikit lebar, sebelah utara sangat sempit. Demikian pula di Gang Pinggir dan Cap Kauw King, terdapat rumah-rumah yang tak beraturan dan letaknya aneh.HK